Imam As Sakhawi, siapakah beliau ini? Berikut Penjelasannya

IMAM AS SAKHAWI
Oleh : Kang Oos Supyadin, Pemerhati Kesejarahan & Budaya

Dari sekian banyak ahli sejarah dalam dunia Islam, satu diantaranya yang terkenal adalah Imam As Sakhawi, siapakah beliau ini? Berikut penjelasannya:

Beliau memiliki nama lengkap Syamsuddin Abu al-Khair Muhammad bin Abdurrahman bin Muhammad bin Abi Bakar bin Utsman bin Muhammad as-Sakhawi asy-Syafi’i (bahasa Arab: شمس الدين أبو الخير محمد بن عبد الرحمن بن محمد بن أبي بكر بن عثمان بن محمد السخاوي الشافعي)

Imam as-Sakhawi merupakan salah satu ulama Ahlussunnah yang lahir pada pertengahan abad kedelapan Hijriah dan wafat pada awal abad kesembilan Hijriah, yaitu pada tahun 831 H di Kairo Mesir, dan wafat pada tahun 902 H di Makkah.

Sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Najmuddin Muhammad al-Ghazi dalam kitab al-Kawakibus Sairah bi A’yanil Mi’ah al-‘Asyirah, as-Sakhawi bernama lengkap Muhammad bin Abdurrahman bin Muhammad bin Abu Bakar bin Utsman al-Hafiz Abul Khair as-Sakhawi.

As-Sakhawi terlahir dari keluarga yang berpendidikan. Ayahnya adalah seorang ulama besar di masa itu, sehingga ia sudah mengenal ilmu pengetahuan sejak masih sangat kecil. Karena itu, tidak heran jika ia tumbuh menjadi sosok seorang ulama dengan penguasaan ilmu yang sangat luas, tidak hanya dalam satu fan ilmu saja, namun bisa menguasai lintas disiplin ilmu pengetahuan.

Sebagaimana disebutkan dalam kitab Mausu’ah Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, Ia merupakan ulama ahli fiqih, hadits, sejarah, faraid, hisab, tafsir, ushul fiqih dan beberapa ilmu yang lainnya, bahkan ia sudah berhasil menghafal Al-Qur’an di usianya yang masih sangat balita,

أَبُو الْخَيْرِ السَّخَاوِي فَقِيْهٌ مُقْرِىءٌ مُحَدِّثٌ مُؤَرِّخٌ مَشَاركٌ فِي الْفَرَائِضِ وَالْحِسَابِ وَالتَّفْسِيْرِ وَأُصُوْلِ الْفِقْهِ. حَفِظَ الْقُرْآنَ وَهُوَ صَغِيْرٌ وَحَفِظَ كَثِيْرًا مِنَ الْمُتُوْنِ

Artinya, “Abul Khair as-Sakhawi adalah seorang ulama ahli fiqih, ahli qiraah, ahli hadits, sejarah, mendalami ilmu faraid, hisab, tafsir dan ushul fiqih. Ia telah menghafal Al-Qur’an sejak masih kecil, dan ia juga telah menghafal banyak matan-matan.” (Lihat, Mausu’ah Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, juz VII, halaman 336).

Baca Juga  Ziarah Leluhur, "Makam Dalem Rd Sutarmerta Bin Rd Aria Mertasinga Di Eureunsono Kec Sukawening"

Fatwa Tentang Maulid Nabi SAW

Perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad saw sebagaimana yang sudah menjadi tradisi umat Islam dalam setiap bulan Rabiul Awal dengan seremonial yang berbeda-beda, pada hakikatnya merupakan perbuatan yang mengandung keberkahan yang sangat agung. Meski para sahabat nabi tidak melakukan perayaan seremonial maulid sebagaimana yang lumrah terjadi saat ini, namun hal itu tidak berarti merayakannya adalah larangan.

Sepanjang perayaan maulid nabi tidak mengandung unsur-unsur kemaksiatan, maka merayakannya sangat dianjurkan dan orang-orang yang merayakannya akan mendapatkan berkah dan keutamaan dari Allah swt disebabkan maulid tersebut. Pendapat ini sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Muhammad Yusuf asy-Syami (wafat 942 H), mengutip fatwa Imam Abul Khair as-Sakhawi, yaitu:

“قَالَ أَبُو الْخَيْرِ السَّخَّاوِيُّ فِي فَتَاوِيْهِ: لَا زَالَ أَهْلُ الْإِسْلَامِ فِي سَائِرِ الْأَقْطَارِ وَالْمُدُنِ الْكُبْرَى يَحْتَفِلُونَ فِي شَهْرِ مَوْلِدِهِ بِعَمَلِ الْوَلَائِمِ الْبَدِيعَةِ الْمُشْتَمِلَةِ عَلَى الْأُمُورِ الْبَهْجَةِ الرَّفِيعَةِ، وَيَتَصَدَّقُونَ فِي لَيَالِيهِ بِأَنْوَاعِ الصَّدَقَاتِ وَيُظْهِرُونَ السُّرُورَ وَيَزِيْدُوْنَ فِي الْمَبْرَاتِ وَيَعْتَنُونَ بِقِرَاءَةِ مَوْلِدِهِ الْكَرِيمِ وَيَظْهَرُ عَلَيْهِمْ مِنْ بَرَكَاتِهِ كُلُّ فَضْلٍ عَمِيمٍ.”

Artinya, “Telah berkata Imam Abul Khair as-Sakhawi dalam kitab fatwanya: Umat Islam di berbagai daerah dan kota-kota besar senantiasa merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad dengan acara perjamuan yang sangat bagus, di dalamnya terdapat kebahagiaan yang mulia, di malam-malam (kelahiran)nya mereka bersedekah dengan aneka ragam sedekah, menampakkan kebahagiaan dan hal-hal yang bisa mendorong pada kebaikan, mereka juga sangat mementingkan pembacaan maulid nabi yang mulia, hingga tampak kepada mereka dari keberkahan (pembacaan maulid) suatu keberuntungan yang merata.” (Syekh Yusuf asy-Syami, Subulal Huda war Rasyad fi Sirati Khairil Ibad, [Kairo: 1997], halaman 439).

Dari penjelasan Imam as-Sakhawi di atas, dapat disimpulkan bahwa perayaan maulid nabi sebagaimana yang sudah terjadi di desa-desa hingga perkotaan, merupakan salah satu kegiatan yang mengandung banyak keberkahan, dan semua orang yang hadir dalam perayaan tersebut akan mendapatkan berkah yang sama rata dengan yang lainnya.

Baca Juga  Islam Itu Sunda, Sunda Itu Islam

Pencetus Hubbul Wathon Minal Iman

Dr. H. Hilmy muhammad, M.A. menyampaikan bahwa hubbul wathan minal iman bukan diungkapkan pertama kali oleh seorang misionaris Kristen bernama Butrus Bustani, tapi sudah didiskusikan di antaranya oleh Imam Sakhawi lebih dari 500 tahun lebih yang lalu.

Dari hasil diskusi inilah, Sakhawi mengingatkan kalau Kanjeng Nabi Muhammad shallallahu ‘alayh wasallam, yang menunjukkan kecintaan beliau terhadap tanah air.

“Keliru kalau hubbul wathan minal iman disampaikan oleh Butrus Bustani (1819 M). Tapi sudah lebih dari 500 tahun, Imam Sakhawi (1438 M) sudah berdialog terkait jargon tersebut,” terang pria yang akrab disapa Gus Hilmy pada Seminar Nasional Kebangsaan Hari Santri 2021 yang diselenggarakan oleh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta pada Selasa (19/10) siang melalui aplikasi Zoom.

Jargon itu memang bukan hadits, tapi kebenaran pengertian itu bisa dibuktikan melalui pernyataan-pernyataan Nabi Muhammad shallallahu ‘alayh wasallam.

Peran Dalam Kesejarahan Dari Polemik Perpustakaan Mahmudiyyah

Polemik pernah dialami oleh Imam Suyuthi dengan Imam As Sakhawi di perpustakaan Mahmudiyyah. Bahkan ia mendapat tuduhan serius. Ia dinilai oleh as-Sakhawi telah melakukan ‘plagiasi’ dalam karya-karyanya. Menurut as-Sakhawi, dalam menulis karyanya Imam Suyuthi hanya menyalin naskah-naskah di Perpustakaan Mahmudiyyah untuk diakui menjadi karyanya.

Memang, pada kenyataannya pada saat itu banyak sekali naskah dan manuskrip kitab di Perpustakaan Mahmudiyyah yang tanpa nama alias tidak disebutkan pengarangnya.

Namun, hal ini dengan cepat dibantah oleh As-Suyuthi. Menurutnya tuduhan itu ngawur dan tidak berdasar. Ia berdalih, mana mungkin ia mengakui kitab orang lain di Perpustakaan Mahmudiyyah, sedangkan aturan disana melarang untuk dipinjamkan keluar. Walaupun sebelumnya, ia memperbolehkan meminjam karena darurat. Namun, ia sendiri tidak pernah membawa keluar koleksi perpustakaan. Kalau butuh referensi, ia akan tekun membaca di dalamnya.

Baca Juga  Nasab Uyut Madlamri Kokocoran Ti Menak Limbangan Sunan Cipancar Sareng Menak Sukapura Dalem Sawidak

As-Suyuthi kemudian menulis kitab bantahan atas tuduhan as-Sakhawi tersebut. Kitab tersebut ia beri judul “al-Kâwi ‘alâ Târikh as-Sâkhawi”. Lewat kitab itu, As-Suyuthi menegaskan bahwa semua karyanya adalah orisinil. Asli buah pikirannya.

Begitulah dinamika yang pernah terjadi di Perpustakaan Mahmudiyyah. Perpustakaan yang telah memberikan sumbangsih besar dalam khazanah intelektual Islam. Imam Suyuthi saja kalau dihitung karyanya mencapai 600 karya, belum lagi ulama-ulama lain yang pernah mencicipi manisnya ilmu di perpustakaan ini.

Belajar Pada Guru – Guru Perempuan

Al-Sakhawi (w. 1497 M), Imam Ibnu Hajar al-Asqallani (w. 1449 M), dan Imam al-Suyuthi (w. 1505) adalah ulama ahli hadis laki-laki terkemuka yang belajar pada guru-guru perempuan.

Ibnu Hajar belajar pada 53 orang perempuan, al-Sakhawi berguru pada 46 orang perempuan, dan al-Suyuthi menimba ilmu pada 33 perempuan.

Bahkan, Al-Sakhawi mendokumentasikan 1075 ulama perempuan terkemuka lainnya, dengan 405 orang di antaranya adalah ahli hadis dan fikih terkemuka.

Sementara itu, Ibnu Hajar mencatat 191 ulama perempuan, dengan 168 di antaranya adalah guru besar hadis dan fikih.

Karya tulis dalam bidang sejarah, antara lain:

  1. Adh-Dhau` al-Lami’ fi A’yani al-Qarni at-Tasi’
  2. At-Tabru al-Masbuk fi Dzaili as-Suluk
  3. Bughyatu al-‘Ulama` wa ar-Ruwat fi Akhbari al-Qudhat
  4. At-Taubikh Liman Dzamma Ahla al-Madinah
  5. Al-Jauhar wa ad-Durar fi Tarjamati Syaikh al-Islam Ibnu Hajar

Itulah sekelumit biografi singkat Imam Abul Khair as-Sakhawi sekaligus pendapatnya tentang perayaan maulid Nabi Muhammad. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

Tinggalkan Balasan