Oleh : Kang Oos Supyadin, Pemerhati Kesejarahan & Budaya
Dalam catatan riwayatnya Syekh Nur Faqih (diperkirakan kelahiran pertengahan keatas abad 18 masehi) mendirikan pesantren di Tanjung Singuru sebelum awal abad 19 masehi (kini masuk Desa Tanjungkarya Kec Samarang Garut) yang mana santrinya bukan saja dari masyarakat setempat namun ada juga yang datang dari Jawa, Sumatera bahkan Madura. Oleh karenanya beliau pun menjadi pimpinan dari ulama di wilayah Timbanganten (Garut).
![](https://i0.wp.com/yayasan-snr.or.id/wp-content/uploads/2024/04/img-20240409-wa00012356099714419609851.jpg?resize=400%2C225&ssl=1)
Atas kebesaran Syekh Nur Faqih ini pula membuat pemerintah kolonial Belanda pada masa itu segan hingga memberi otonomi khusus kepada Syekh Nur Faqih untuk memimpin wilayah Tanjung Singguru yang terdiri dari 12 kampung pada masa itu.
12 kampung yang dipimpin Syekh Nur Faqih ini, memiliki batasan wilayah yaitu di wilayah Timur adalah Kampung Batu Nanceb, wilayah Barat Kampung Cidadali, wilayah Selatan Kampung Geger pasang dan batas wilayah Utara adalah Gunung Gede.
Keistimewaan 12 kampung yang dipimpin oleh Syekh Nur Faqih ini, rakyatnya sama sekali tidak ditarik pajak, cukai hingga program kerja paksa yang saat itu dilakukan oleh Pemerintah Belanda untuk melakukan pagar betis membentengi kawasan pegunungan karena Belanda sedang berperang dengan tentara Napoleon Perancis (sekitaran tahun 1810).
![](https://i0.wp.com/yayasan-snr.or.id/wp-content/uploads/2024/04/img-20240409-wa00006823757555754754331.jpg?resize=400%2C225&ssl=1)
Selain itu, segala macam urusan yang terjadi di 12 kampung yang dipimpin Syekh Nur Faqih, cukup diselesaikan dan diputuskan oleh Syekh Nur Faqih. Tidak perlu diputuskan oleh pemerintah kolonial Belanda.
Karenanya, pada masa Syekh Nur Faqih, warga di 12 kampung yang berada di bawah pimpinan Syekh Nur Faqih, bisa hidup makmur dan sejahtera meski daerah-daerah lain saat itu harus berada di bawah penjajahan pemerintah kolonial Belanda.
Syekh Nur Faqih Keturunan Kerajaan Timbanganten dan Cirebon
Sebagaimana dari beberapa catatan yang diperoleh bahwa nasab Syekh Nur Faqih dari pihak ibu akang menyambung ke Kerajaan Timbanganten, sedangkan dari jalur nasab ayahnya maka menyambung ke Kerajaan Cirebon, sebagai berikut:
A. Garis nasab Ibu, Syekh Nur Faqih putra Nyimas Rd Putri Qilah Kusumah putra Aom Bangsa Kusumah putra Bupati Santa Kusumah putra Sunan Tangkil alias Kartawira Dipura putra Sunan Sampireun / Sinugireun alias Demang Asta Kusumah putra Sunan Kace putra Prabu Darma Kingkin putra Prabu Punten (Pandan) Rama Dewa alias Sunan Dayeuh Manggung putra Dalem Paseh (Nu ngadegkeun Karajaan Timbanganten atau Raja Pertama Timbanganten)
B. Garis nasab Ayah, Syekh Nur Faqih putra Kyai Nur Kamaluddin putra Syekh Kamaluddin putra Arya Salingsingan Panembahan Amir putra Sultan Dipati Anom putra Panembahan II Girilaya Cirebon alias Pangeran Rasmi (Karim) putra Sultan Syamsudin alias Dipati Sedang Ing Gayam alias Panembahan Adining Kusumah putra Pangeran Sedang Kamuning alias Dipati Cirebon I alias Panembahan Dipati Swarga putra Pangeran Muhammad Aripin alias Panembahan Pasarean putra Syekh Sarip Hidayatullah alias Sunan Gunung Jati Cirebon (dari istrinya yang bernama Nyimas Rara Tepasan putra Ki Gedeng Tepasan putra Prabu Brawijaya V Raja Majapahit).
Wallahu’alam
Semoga tulisan menjadi khasanah kesejarahan yang dimiliki Kabupaten Garut, dan memberikan manfaat dalam pengembangan ilmu sejarah.