Oleh: Kang Oos Supyadin, Pemerhati Kesejarahan & Budaya
Banyak pihak yang menyebutkan bahwa Indonesia menganut konsep pembagian kekuasaan mengacu pada ajaran pemikir politik Prancis Montesquieu.
Ternyata pendapat tersebut kurang tepat, sebab sesungguhnya ajaran pembagian kekuasaan Indonesia ini sudah ada sejak adanya kerajaan di Nusantara khususnya Kerajaan Galuh Sunda, inilah kearifan lokal yang Indonesia miliki.
Montesquieu hidup pada abad ke 18, sedangkan Kerajaan Galuh sudah ada jauh sebelumnya sekitar abad 7.
Secara politik, kini Kerajaan Galuh sudah tidak ada. Namun secara budaya, Kerajaan Galuh masih ada dengan warisan budaya.
Salah satu budaya Kerajaan Galuh yang ternyata sudah memiliki peradaban tinggi adalah konsep sistem pembagian kekuasaannya yang terkenal dengan nama Tri Tangtu Buana.
Tri Tangtu Buana terdiri dari Rama, Ratu dan Resi. Rama adalah legislatif, Ratu sebagai eksekutif dan Resi adalah yudikatif.
Tentunya Tri Tangtu Buana tersebut mengandung falsafah sebagai berikut:
1. Falsafah Rama, Rama juga bisa disebut atau bisa dikatakan sebagai Pendiri, Kepala Kampung, dan Kepala Daerah. Tugas seorang Rama dalam Tri Tangtu Buana adalah membimbing dan melayani semua keperluan rakyatnya.
2. Falsafah Resi, Resi bisa juga disebut atau dikatakan Bandito atau Cipaku. Tugas Resi adalah untuk membimbing juga mendidik rakyat menuju kepada jalan Tuhan.
3. Falsafah Ratu, Ratu bisa disebutkan atau dikatakan Darma Raja, Prabu atau Pemimpin seluruh rakyat. Tugas Ratu atau Darma Raja ini adalah memimpin dan membuat kebijakan yang berhubungan dengan rakyat.
Semoga bermanfaat