Trah Sang Bunisora Cikal Bakal Keluarga Muslim Di Tanah Sunda

Oleh : Kang Oos Supyadin, Pemerhati Kesejarahan & Kebudayaan

Sang Bunisora alias Prabu kuda Lelean atau dikenal juga sebagai Mangkubuni Bunisora Suradipati menggantikan kakaknya Prabu Linggabuana Wisesa yang gugur dalam perang Bubat menjadi raja Sunda Galuh dengan gelar Prabu Guru Pangadiparamarta Jayadewatabrata. Sang Bunisora dikenal juga sebagai Batara Guru di Jampang Sukabumi. Dari permaisurinya Laksmiwati, memiliki 4 anak:

1. Prabu Giridewata, yang menjadi raja daerah di Cirebon Girang dan dikenal dengan nama Ki Gedeng Kasmaya.
2. Prabu Bratalegawa, yang menjadi saudagar kaya raya dengan banyak memiliki perahu dan sering berlayar. Bratalegawa inilah yang pertama kali masuk Islam karena banyak berinteraksi dengan pedagang Muslim bahkan hingga menunaikan ibadah haji dan beristrikan wanita muslimah dari Gujarat. Oleh karena itu Prabu Bratalegawa mendapat julukan Haji Purwa Galuh. Cucu Bratalegawa yang bernama Hadijah menikah dengan Syekh Datuk Kahfi atau Syekh Nurjati.
3. Banawati, yang kelak menjadi ratu di daerah Galuh.
4. Dewi Mayangsari, yang dikemudian hari dijodohkan dengan sepupunya Prabu Niskala Wastu Kancana alias Prabu Wangisutah alias Prabu Anggalarang putra Prabu Linggabuana Wisesa yang kelak melahirkan Prabu Dewa Niskala alias Prabu Ningrat Kancana ayahnya Rd Pemanah Rasa alias Prabu Siliwangi.

Prabu Giridewata alias Ki Gedeng Kasmaya memiliki 2 putra yaitu:
1. Nyai Rara Ruda
2. Ki Gedeng Tapa/ Ki Gedeng Jumajan Jati

Selanjutnya inilah sekilas kisah Ki Gedeng Tapa putra Ki Gedeng Kasmaya putra Prabu Bunisora, ia memiliki 2 putra yaitu:
1. Rd Jaya Permana
2. Nyimas Subang Larang

Ki Gedeng Tapa (Ki Gedeng Jumajan Jati) adalah seorang Mangkubumi dari Kerajaan Sing Apura. Kerajaan ini bertugas mengatur pelabuhan Muarajati, Cirebon setelah tidak adanya penerus takhta di kerajaan tetangganya yaitu Surantaka setelah anak perempuan penguasanya yaitu Nyi Ambet Kasih putra Ki Gedeng Sindangkasih menikah dengan sepupunya yang bernama Rd Pemanah Rasa alias Prabu Jayadewata (Prabu Siliwangi).

Dinar, Dirham dan Fulus (uang tembaga) di pelabuhan Muara Jati Masduqi dalam artikelnya yang berjudul Mengembalikan Perdagangan Islam yang Berkeadilan dalam acara konferensi Islam Internasional AICIS ke 12 di Surabaya menjelaskan bahwa patut diduga penggunaan Dinar (uang meas) Dirham (uang perak) dan Fulus (uang tembaga) telah terjadi pada masa Ki Gedeng Tapa, hal tersebut dikarenakan pada masa itu pelabuhan Muara Jati telah banyak dikunjungi kapal-kapal asing

Persahabatan Cheng Ho, mecusuar Muara Jati dan Masjid Kung Wu Ping Cheng Ho dalam misi diplomatiknya sempat berlabuh di pelabuhan Muara Jati, Cirebon pada tahun 1415, kedatangan Cheng Ho disambut oleh Ki Gedeng Tapa, Cheng Ho kemudian memberikan cenderamata berupa piring yang bertuliskan ayat kursi (piring ini sekarang tersimpan di keraton Kasepuhan, kesultanan Kasepuhan Cirebon). Cheng Ho dan anak buahnya kemudian berbaur dengan warga sekitar dan berbagi ilmu pembuatan keramik, penangkapan ikan dan manajemen pelabuhan. Kung Wu Ping (Panglima angkatan bersenjata pada armada Cheng Ho) kemudian menginisiasi pendirian sebuah mercusuar (bahasa Cirebon: Prasada Tunggang Prawata) untuk pelabuhan Muara Jati pembangunannya kemudian mengambil tempat di bukit Amparan Jati.

Pada masa persinggahan laksamana Cheng Ho tersebut sangat dimungkinkan uang emas dan uang perak dijadikan sebagai alat tukarnya karena uang emas dan uang perak telah menjadi standar internasional pada masa tersebut terutama di pelabuhan-pelabuhan internasional.

Pemukiman warga muslim Tionghoa pun kemudian dibangun di sekitar prasada tunggang prawata (bahasa Indonesia : mercusuar) bukit Amparan Jati, yaitu di wilayah Sembung, Sarindil dan Talang lengkap dengan masjidnya, pemukiman di Sarindil ditugaskan untuk menyediakan kayu jati guna perbaikan kapal-kapal, pemukiman di Talang ditugaskan untuk memelihara dan merawat pelabuhan, pemukiman di Sembung ditugaskan memelihara mercusuar, ketiga pemukiman Tionghoa tersebut secara bersama-sama ditugaskan pula memasok bahan-bahan makanan untuk kapal-kapal, masjid di wilayah Talang sekarang telah berubah fungsinya menjadi sebuah klenteng.

Selanjutnya, Dinasti Prabu Siliwangi yang masuk Islam adalah dari garis ibu, yakni Nyimas Subang Larang alias Dewi Kumalawangi alias Kubang Kancana Ningrum putra Ki Gedeng Tapa. Dapat dipastikan dari Subang Larang ajaran Islam mulai dikenal oleh putra-putrinya. Walaupun Subang Larang sebagai putri Ki Gedeng Tapa seorang raja Singapora cirebon bawahan dari Kerajaan Pajajaran. Namun Subang Larang adalah murid dari Syekh Hasanuddin atau dikenal pula sebagai Syekh Kuro (Karawang).

Pernikahan Prabu Siliwangi dengan Nyimas Subang Larang memiliki 3 putra yaitu:
1. Walangsungsang alias Sri Mangana alias Pangeran Cakrabuana alias Ki Somadullah alias Ki Wirabumi
2. Nyai Rara Santang alias Syarifah Mudaim
3. Kian Santang alias Raja Sangara alias Sunan Rohmat Godog Garut

Tidak mungkin Subang Larang dengan bebas membelajarkan ajaran Islam secara terbuka dalam lingkungan istana. Oleh karena itu, Walangsungsang, mempelopori meninggalkan istana dan berguru kepada Syekh Datuk Kahfi di Gunung Amparan Jati di Cirebon. Syekh Datuk Kahfi dikenal pula dengan nama Syekh Nuruljati. Dalam pengajian dengan Syekh Nurjati, diwisuda dengan ditandai pergantian nama menjadi Ki Somadullah. Kemudian membuka pedukuhan baru, Kebon Pesisir. Kelanjutannya menikah dengan Nyai Kencana Larang putri Ki Gedeng Alang Alang. Dari sini memperoleh gelar baru Ki Wirabumi.

Putra dari Walangsungsang sebagai berikut :
1. Nyai Laraskonda
2. Nyai Lara Sajati
3. Nyai Jatimerta
4. Nyai Jamaras
5. Nyai Mertasinga
6. Nyai Cempa
7. Nyai Rasamalasih
8. Dewi Pakungwati / Nyi Mas Pakungwati
9. Pangeran Caruban / Pangeran Cirebon

Selanjutnya Nyimas Rara Santang alias Syarifah Mudaim menikah dengan Sultan Syarif Abdullah Mahmud Umdatuddin (Syaikh Israel Ya’kub) memiliki 3 putra yaitu :
1. Maulana Syarief Hidayatullah (Sunan Gunung Djati II)
2. Sultan Muzaffar Syah / Syarif Nurullah
3. Syarief Arifin

Semoga tulisan ini bermanfaat….

Tinggalkan Balasan