banner 728x250

Jejak Sejarah Leluhur Masyarakat Dangiang Banjarwangi Nu Agung Tapa Seda Sakti Batara Turus Bawa

banner 120x600
banner 468x60

Oleh: Kang Oos Supyadin, Garut Selatan

Meriam Guntur Geni yang oleh masyarakat desa Dangiang Kec Banjarwangi Kab Garut yang setiap tahunnya yakni pada 14 Maulud dilakukan Tradisi Ngalungsur Geni adalah bukti adanya jejak sejarah Nu Agung Tapa Seda Sakti Batara Turus Bawa sebagai leluhur masyarakat Dangiang, siapakah beliau itu ?

banner 325x300

Tidak diketahui secara pasti sejak kapan upacara tradisi ngalungsur geni dilaksanakan. Warga masyarakat Dangiang hanya tahu bahwa upacara ini berlangsung dari tahun ke tahun. Upacara ini dilaksanakan demi menghormati leluhur yang telah membuka wilayah Dangiang yaitu Eyang Nu Agung Tapa Seda Sakti Batara Turus Bawa atau biasa dikenal dengan Eyang Batara Turus Bawa.

Menurut sejarahnya, Eyang Batara Turus Bawa dan istrinya bernama Sembah Ibu Lungguh Gumuling, serta ibunya bernama Sembah Ibu Murba Kawasa, beserta tujuh pengiringnya yakni : Sunan Wangi, Sunan Laya Paseban, Sunan Jaya Pakuan, Sunan Bagus Teteg, Sunan Kaso Jagat, Sunan Sapu Jagat, dan Sunan Bagus Panyalin. Konon mereka berkelana dari Jawa Mataram sampai ke hilir Desa Bojong Kecamatan Banjarwangi Kabupaten Garut. Setiba di sebuah sungai mereka mandi. Seusai mandi mereka lalu menyimpan meriam yang dikenal dengan nama Si Guntur Geni di Gunung Tingaragung di dalam rumpun Bambu Kuning. Meriam tersebut diharapkan akan diambil anak cucunya kelak.

Mereka selanjutnya melanjutkan perjalanan ke Langkob Dangiang yang hanya dihuni oleh seorang yang berasal keturunan Arab penganut Madzhab Imam Safei yang bernama Syekh Haji Pamuhunan Kudratullah yang makamnya terletak di belakang Mesjid Kaum Dangiang, bahkan menurut kuncen Kang Nado bin Aki Karna menjelaskan bahwa beliau merupakan orang Sunda yang pertama naik haji. Wallahu alam

Baca Juga  Syekh Nur Faqih Pendiri Pesantren Sekaligus Pemimpin Perkampungan Otonomi Khusus Di Wilayah Timbanganten (Garut)

Batara Turus Bawa adalah seorang panglima perang utusan Sultan Agung Mataram yang diberi tugas mengusir Kompeni Belanda dari Batavia pada awal abad XVII atau sekitar tahun 1620 an. Karena gagal mengusir kolonial Belanda Prabu Terusbawa tidak kembali ke Mataram, namun ia menetap di daerah Dangiang sekarang dan menyebarkan Islam di daerah itu.Terlepas benar atau tidaknya cerita sejarah itu, yang jelas makamnya yang terletak di atas hulu sungai Datar hingga sekarang dikeramatkan dan diyakini sebagai leluhur masyarakat Dangiang. Bukti bahwa ia seorang pejuang/panglima perang adalah benda–benda peninggalannya berupa senjata tradisional beberapa bilah keris, dan 2 (dua) laras senjata (bedil) kuno yang kini disimpan pada sebuah bangunan tradisional, disebut Joglo.

Selama menetap di Dangiang mereka kekurangan air hingga memutuskan untuk berpindah tempat lagi. Sampailah kemudian mereka ke hulu Sungai Cidangiang lalu menetap di sana. Nu Agung Tapa Seda Sakti Batara Turus Bawa kemudian berkelana lagi sampai mempunyai keturunan 10 anak, yakni:

  1. Sanghyang Resik Rarang (makamnya di Banten)
  2. Pangeran Dimanggung
  3. Kyai Patih Gunung / Naga Sakti
  4. Sembah Rangga Manten
  5. Prabu Jaji Karang Bentang (di Hulu Sungai Cikaso)
  6. Seda Leuwih (makamnya di Surabaya)
  7. Sunan Ranggalawe (di Garut, ini pun merupakan temuan sejarah sebab selama ini Sunan Ranggalawe sudah ada sejarahnya tersendiri, apakah ini Sunan Ranggalawe yang makamnya di Jalan Pembangunan dekat RSUD dr. Slamet Garut?)
  8. Kyai Mayak Sumber (di Maleer Garut)
  9. Sanghyang Marengah (di Cinengah Cisompet)
  10. Kyai Genduk Mayak (di Bojonglopang)

Anak pertaman Eyang Batara Turus Bawa yakni Sanghiang Resik Rarang menikah dengan Raja Galuh Pakuan yaitu Guru Gantangan putra Prabu Siliwangi, selanjutnya mempunyai 3 anak yaitu:

Baca Juga  Potret Catatan Sejarah, Mei Kartawinata Sebagai Tokoh Pergerakan Kemerdekaan Sekaligus Pendiri Ajaran Kebatinan Perjalanan (AKP)
  1. Sembah Demang Tanu Datar (di Datar Dangiang Banjarwangi)
  2. Sunan Batuwangi (makamnya di Ciudian Kec Singajaya), dan
  3. Eyang Bungsu atau Eyang Lebe (di Kampung Dukuh Toblong Kec Peundeuy).

Dari keturunan Sembah Dalem Tanu Datar-lah yang kemudian menurunkan masyarakat Dangiang sekarang ini. Manakala Nu Agung Tapa Seda Sakti Batara Turus Bawa dan pengiringnya wafat, mereka dimakamkan di Kampung Datar. Maka mereka pulalah yang secara turun-temurun harus dihormati oleh masyarakat Desa Dangiang. Tata cara untuk menghormatinya adalah merawat peninggalannya yang berupa benda-benda pusaka, dengan cara dicuci atau dimandikan di setiap bulan Maulud.

Dalam sejarahnya bahwa yang pertama kali melaksanakan upacara ngalungsur geni adalah Eyang Sembah Demang Tanu Datar, beliau adalah cucu dari Eyang Batara Turus Bawa. Penerusnya adalah mereka yang masih merupakan keturunan Eyang Sembah Demang Tanu Datar adalah menjadi kuncen di Dangian sebagai kuncen pertamanya adalah Eyang Sembah Naga Bali sebab beliau lah orang pertama dari keturunan Eyang Batara Turus Bawa yang mengambil benda pusaka yakni Si Guntur Geni di Gunung Tengaragung tersebut, dan kuncen selanjutnya sebagai berikut:
Ke 2- Sembah Nayasari
Ke 3- Sembah Wirasara
Ke 4- Sembah Sara Delepa
Ke 5- Sembah Cakra Neyra
Ke 6- Sembah Cakra Singa
Ke 7- Sembah Renggong
Ke 8- Sembah Tandur Maju
Ke 9- Sembah Marta Diraksa
Ke 10- Sembah Madya
Ke 11- Sembah Babisa
Ke 12- Sembah Markiri
Ke 13- Sembah Sania Parana
Ke 14- Sembah Arip
Ke 15- Sembah Ardaip
Ke 16- Sembah Junidah
Ke 17- Sembah Abdul Adin
Ke 18- Aki Karna
Ke 19- Ajengan Entang, Kang Nado dan Kang Aas.

Baca Juga  Menggugat Hari Jadi Garut Melalui Jejak Sejarah, “Limbangan Adalah Awal Lahirnya Garut”

Semoga bermanfaat…

banner 325x300

Tinggalkan Balasan